Kamis, 20 Juli 2017

PERILAKU DALAM ARSITEKTUR PROSES DAN POLA PERILAKU MANUSIA

KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah senantiasa melimpahkan Rahmat dan Hidayah- NYA sehingga kita semua dalam keadaan sehat walafiat dalam menjalankan aktifitas sehari-hari. Penyusun juga panjatkan kehadiran ALLAH SWT, karena hanya dengan kerido’an-NYA Makalah dengan judul “POLIVINIL CLORIDA” ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari betul sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, makalah ini tidak akan terwujud dan masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis berharap saran dan kritik demi perbaikan-perbaikan lebih lanjut.

Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi yang membutuhkan.


Semarang,27 September 2015


Arsitektur





















DAFTAR ISI

HALAMAN COVER…………………………………………………………………………i
KATA  PENGANTAR………….……………………………………………………………ii
DAFTAR ISI……………………………..………………………………………….……….iii
PENDAHULUAN…………………………………………………………………………….1
A.     PROSES DAN POLA PRILAKU MANUSIA………………………………………………..1
B.     DEFINISI BEHAVIOR SETTING…………………………………………………..………..2
C.     POLA PERILAKU………………………………………………………………………….…3
D.     BATAS BEHAVIOR SETTING………………………………………………………………4
E.      SISTEM AKTIVITAS……………………………………………………………………...….5
F.      AKTIVITAS DAN PERILAKU……………………………………………………….………7
G.     BEHAVIOR SETTING DALAM DESAIN……………………………….…………………..7
H.     TEORI-TEORI ARSITEKTUR PERILAKU……………………………….…………………9
I.        PRINSIP-PRINSIP PADA TEMA ARSITEKTUR PERILAKU………………….………....14
J.       MEMENUHI NILAI ESTETIKA, KOMPOSISI, DAN ESTETIKA BENTUK…………….15
















PENDAHULUAN
A.    Proses dan pola perilaku manusia
Manusia tidak dapat lepas dari lingkungannya. Setiap aspek dalam kehidupan manusia selalu berada dalam lingkungan tertentu. Hal ini merupakan salah satu indikasi bahwa manusia memang tak bisa lepas dari lingkungan.
Pola perilaku manusia sedikit banyak juga ditentukan oleh keadaan lingkungan sekitarnya. Lingkungan memiliki peran penting dalam membentuk karakter manusia. Lingkungan juga dapat menjadi sarana bagi manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Tidur, bekerja, rekreasi, ibadah dan berbagai aktivitas lainnya membutuhkan ruang atau lingkungan. Dalam pemenuhan kebutuhan tersebut, terlihat adanya pola perilaku penggunanya.  Barker seorang tokoh psikologi ekologi yang mengembangkan penelitian perilaku individual di lapangan,bukan di laboratorium seperti pada umumnya perilaku psikologi tradisional, menelusuri bahwa pola perilaku manusia berkaitan dengan tatanan lingkungan fisiknya, dan melahirkan konsep ‘tatar perilaku’ (behavior setting).
Behavior setting terjadi pada pertemuan antara individu dan lingkungannya. Seorang arsitek melalui pengamatan behavior setting  dalam perencanaan proyek tertentu dapat membantu untuk mengenal system social dari dalam setting, dalam arti melihat pola-pola perilaku sistematis yang ditunjukkan oleh penghuni lingkungan tertentu. Dengan demikian, hasil pengamatan ini dapat memperluas wawasan pengetahuan arsitek tentang manusia dari perspektif yang berbeda bukan dari teori semata.
B.     Definisi Behavior Setting
Roger Barker dan Herbert Wright memakai istilah behavior setting untuk menjelaskan tentang kombinasi perilaku dan milieu  tertentu, Salah satu contoh, ketika seorang dosen menyiapkan suatu perkuliahan, atau seorang direktur menyusun agenda rapat tim direksinya, maka setiap orang bertindak untuk memastikan akan keberadaan suatu behavior setting. Pada setiap kasus tersebut, direncanakan adanya serangkaian aktivitas bersama orang lain ketika terdapat sejumlah pola perilaku tertentu yang dikombinasikan dengan objek tertentu dalam batasan ruang dan waktu tertentu. Behavior setting didefinisikan sebagai suatu kombinasi yang stabil antara aktivitas, tempat, dan kriteria sebagai berikut:
1.    Terdapat suatu aktivitas yang berulang, berupa suatu pola perilaku (standing pattern of behavior). Dapat terdiri satu atau lebih pola perilaku ekstraindividual.
2.    Dengan tata lingkungan tertentu (circumjacent milieu), milieu ini berkaitan dengan pola perilaku
3.    Membentuk suatu hubungan yang sama antara keduanya (synomorphy).
4.    Dilakukan pada periode waktu tertentu
Istilah ekstraindividual  menunjukkan fakta operasional bahwa sebuah setting tidak bergantung hanya pada seorang manusia atau objek. Dalam setting  bisa jadi dibentuk oleh pengganti karena dalam hal ini tidak ada objek atau lokasi yang sedemikian pentingnya sehingga tidak tergantikan. Yang penting adalah konfigurasi secara keseluruhan, bagian per bagian.
Istilah circumjacent milieu  merujuk pada batas fisik dan temporal dari sebuah setting. Setiap behavior setting berbeda dari setting lainnya menurut ruang dan waktu. Sementara itu, istilah synomorphic berarti ‘struktur yang sama’ menunjukkan adanya hubungan antara milieu dan perilaku.
C.    Pola Perilaku
Suatu pola perilaku biasa terdiri dari  atas beberapa perilaku secara bersamaan, antara lain sebagai berikut:
1.    Perilaku emosional
2.    Perilaku untuk menyelesaikan masalah
3.    Aktivitas motorik
4.    Interaksi interpersonal
5.    Manipulasi objek


Untuk mengetahui sejauh mana interdependensi antara dua entitas yang masing-masing mempunyai atribut untuk menjadi behavior setting, dapat dilakukan pengujian yang ditinjau dari berbagai dimensi, meliputi:
a.    Aktivitas
b.    Penghuni
c.    Kepemimpinan
Dengan mengetahui posisi fungsional penghuni , dapat diketahui peran sosial yang ada dalam komunitas tersebut. Di banyak setting, posisi pemimpin dapat dipisahkan agar dapat dikenali kekuatan-kekuatan lain yang ada yang ikut mengambil bagian dalam setting  tersebut.
d.    Populasi
Sebuah setting  dapat mempunyai sedikit atau banyak partisipan. Komunitas dianggap lebih baik apabila memiliki banyak setting.
e.    Ruang
Ruang tempat terjadinya setting  tentu sangat beragam, bisa di ruang terbuka atau ruang tertutup
f.     Waktu
Kelangsungan sebuah setting  dapat terjadi secara rutin atau sewaktu-waktu saja. Misalnya, apel pagi tentara yang dilakukan setiap pagi atau sebuah perayaan upacara tujuh belas Agustus.
Durasi pada setting yang sama dapat berlangsung sesaat atau terus menerus sepanjang tahun, misalnya pertokoan.
g.    Objek
h.    Mekanisme perilaku
Barker menguraikan sebelas pola aksi dalam setting, yang dapat segera diamati atau dicatat, ada ataupun tidak ada dalam setting tersebut, yaitu berkaitan dengan Estetika, Bisnis, Pendidikan, Pemerintahan, Nutrisi, Aksi social, Penampilan personal, Kesehatan masyarakat, Professional, Rekreasi ,Religious.
D.     Batas Behavior S setting
Batas suatu behavior setting  adalah dimana perilaku tersebut berhenti. Ada beberapa kemungkinan untuk pembatas ini. Batas yang ideal adalah batas yang jelas seperti sebuah
dinding massif. Dinding pembentuk batas yang jelas merupakan batas akhir suatu setting  dan batas awal setting lainnya. Apabila batas dari suatu behavior setting  tidak jelas maka masalah yang muncul adalah tidak jelasnya pemisahan aktivitas, terutama apabila sebagian aspek dalam pola perilaku harus dipisahkan dengan yang lainnya. Misalnya aktivitas didalam ruang kelas ketika  pemisahan visual antara beberapa aktivitas mungkin tidak perlu dilakukan , tapi pemisahan secara audial menjadi sangat diperlukan.
Kadang-kadang juga terjadi bentrokan antara nilai estetika arsitek dan kebutuhan demi kelangsungan sebuah aktivitas, antara ideology bagaimana seharusnya sesuatu ditata menurut arsitek perancangnya dan kenyataan perilaku manusia penggunanya. Misalnya, dalam perancangan ruang kerja. Idealisme membuat ruang kerja terbuka dengan tatanan ala lansekap, akan berhadapan dengan kebutuhan dan preferensi penggunanya, terutama dalam berinteraksi dengan sesama. Kerap kali ruang kerja itu dirancang lebih fleksibel daripada fleksibilitas perilaku manusianya. Sebaliknya terlalu banyaknya dinding pembatas juga akan menimbulkan masalah bagi penggunanya karena sukarnya pengguna berinteraksi dengan sesama.
Dari uraian mengenai behavior setting  tersebut jelas bahwa beberapa objek berfungsi membentuk batas spasial dan objek lain berfungsi mendukung pola aktivitas yang terjadi didalamnya.
E.     Sistem Aktivitas
Sistem aktivitas dalam sebuah lingkungan terbentuk dari rangkaian sejumlah behavior setting.Sistem aktivitas seseorang menggambarkan motivasi, sikap, dan pengetahuannya tentang dunia dengan batasan penghasila, kompetensi, dan nilai-nilai budaya yang bersangkutan (Chapin dan Brail,1969;Porteus,1977).
Dalam pengamatan behavior setting,dapat dilakukan analisis melalui beberapa cara antara lain sebagai berikut:
1.    Menggunakan time budget                                                   
2.    Melakukan sensus
Hal yang dapat mewakili data pengamatan behavior setting meliputi:
(i)  Manusia (siapa yang dating,kemana dan mengapa, siapa yang mengendalikan setting?)
(ii)  Karakteristik ukuran (berapa banyak orang per jam ada di dalam setting, bagaimana ukuran setting secara fisik, berapa sering dan berapa lama setting itu ada?)
(iii)  Objek (ada berapa banyak objek, dan apa jenis objek yang dipakai dalam setting,kemungkinan apa saja yang ada bagi stimulasi, respon, dan adaptasi?)

3.    Studi Asal dan Tujuan
Studi asal dan tujuan adalah suatu studi yang mengamati, mengidentifikasi awal dan akhir pola-pola pergerakan. Studi semacam ini menggambarkan pola perilaku yang sesungguhnya terjadi, bukan hanya seperti yang dibayangkan oleh arsitek, melainkan yang membentuk kehidupan seseorang atau sekelompok orang.Studi asal dan tujuan merupakan pendekatan makro yang dapat diterapkan pada skala urban atau skala bangunan.
Rancangan yang dibuat semata-mata berdasarkan imajinasi arsitek yang sering kali menjadi rancangan yang ideal bagi arsitek, tetapi mungkin miskin akanaffordances dan peluang-peluang bagi seorang pengguna untuk memenuhi kebutuhannya.
Ada hubungan timbale balik antara individu dan system perilaku yakni karena manusia adalah bagian dari behavior setting yang memberi kontribusi pada behavior setting. Akan tetapi ia juga didukung oleh behavior setting dalam berperilaku.
F.      Aktivitas dan perilaku
Behavior setting sebagai suatu kesatuan cenderung lebih memaksa dibandingkan dengan pola perilaku atau milieu itu sendiri. Disini, Barker, sebagai pencetus konsep behavior setting mengemukakan gagasan yang kontradiktif. Disuatu sisi, ia mengatakan bahwa lingkungan non social, lingkungan ekologi, bukanlah demand behavior. Akan tetapi, disisi lain, ia menerima konsep psikologi Gestalt mengenai persepsi physiognomic, yaitu milieu  mempunyai demand quality. Ada tuntutan tertentu seperti ruang terbuka yang merancang seorang anak untuk berlarian. Hal ini dijelaskan dalam konsep Kurt Lewin mengenai kualitas yang mengundang (invitational quality)
G.    Behavior setting  dalam desain
DAlam berbagai argumentasi dikatakan bahwa desain behavior setting  yang baik adalah yang sesuai atau pas dengan struktur perilaku penggunanya. Desain arsitektur disebut suatu proses argumentatif. Argumentasi dilontarkan dalam membuat desain yang dapat diadaptasikan, fleksibel, atau terbuka (open ended). Edward Hall mengidentifikasi tiga tipe dasar pola ruang sebagai berikut:

1.    Ruang Berbatas Tetap (fixed feature space)
Ruang berbatas tetap dilingkupi oleh pembatas yang relative tetap dan tidak mudah digeser, seperti dinding massif, jendela, pintu, lantai.
2.    Ruang Berbatas semitetap (semifixed feature space)
Ruang yang pembatasnya bisa berpindah. PAda rumah-rumah tradisional Jepang misalnya, dinding dapat digeser untuk mendapatkan setting  yang berbeda sesuai dengan kebutuhan dan pada waktu yang berbeda. Ruang-ruang pameran yang dibatasi oleh partisi yang dapat dipindahkan ketika dibutuhkan setting yang berbeda.
3.    Ruang Informal
Ruang yang terbentuk hanya untuk waktu singkat., seperti ruang yang terbentuk ketika dua atau lebih orang berkumpul. Ruang ini tidak tetap dan terjadi diluar kesadaran orang yang bersangkutan.
H. Teori-teori Tema Arsitektur perilaku
a.    Menurut Donna P. Duerk
dalam bukunya yang berjudul Architectural Programming dijelaskan bahwa :
“…that people and their behavior are part of a whole system that includes place and environment, sunch that behavior and environment cannot be empirically separated. That is to say, human behavior always happen in a place and they cannot be fully evaluated without considering the environmental influence.”
(…bahwa manusia dan perilakunya adalah bagian dari system yang menempati tempat dan lingkungan tidak dapat dipisahkan secara empiris. Karena itu perilaku manusia selalu terjadi pada suatu tempat dan dapat dievaluasi secara keseluruhan tanpa pertimbangan factor-faktor lingkungan)
1.    Lingkungan yang mempengaruhi perilaku manusia.
Orang cenderung menduduki suatu tempat yang biasanya diduduki meskipun tempat tersebut bukan tempat duduk. Misalnya: susunan anak tangga didepan rumah, bagasi mobil yang besar, pagar yang rendah dan sebagainya.
2.    Perilaku manusia yang mempengaruhi lingkungan
Pada saat orang cenderung memilih jalan pintas yang dianggapnya terdekat dari pada melewati pedestrian yang memutar. Sehinga orang tersebut tanpa sadar telah membuat jalur sendiri meski telah disediakan pedestrian.
b.    Menurut Y.B Mangun Wijaya dalam buku Wastu Citra.
Arsitektur berwawasan perilaku adalah Arsitektur yang manusiawi, yang mampu memahami dan mewadahi perilaku-perilaku manusia yang ditangkap dari berbagai macam perilaku, baik itu perilaku pencipta, pemakai, pengamat juga perilaku alam sekitarnya. Disebutkan pila bahwa Arsitektur adalah penciptaan suasana, perkawinan guna dan citra. Guna merujuk pada manfaat yang ditimbulkan dari hasil rancangan. Manfaat tersebut diperoleh dari pengaturan fisik bangunan yang sesuai dengan fungsinya. Namun begitu guna tidak hanya berarti manfaat saja, tetapi juga mengahsilkan suatu daya yang menyebabkan kualitas hidup kita semakin meningkat. Cita merujuk pada image yang ditampilkan oleh suatu karya Arsitektur. Citra lebih berkesan spiritual karena hanya dapat dirasakan oleh jiwa kita. Citra adalah lambing yang membahasakan segala yang manusiawi, indah da agung dari yang menciptakan (Mangunwijaya, 1992).
Dari pernyataan di atas dapat dikatakan baha mencapa guna dan citra yang sesuai tidak lepas dari berbagai perilaku yang berpengaruh dalam sebuah karya, baik itu perilaku pencipta, perilaku pemakai, perilaku pengamat juga menyangkut perilaku alam dan sekitarnya. Pembahasan perilaku dalam buku wastu citra dilakukan satu persatu menurut beragamnya pengertian Arsitektur, sebagai berikut :

1.    Perilaku manusia didasari oleh pengaruh sosial budaya yang juga mempengaruhi terjadinya proses Arsitektur.
2.    Perilaku manusia yang dipengaruhi oleh kekuatan religi dari pengaruh nilai-nilai kosmologi.
3.    Perilaku alam dan lingkungan mendasari perilaku manusia dalam berArsitektur.
4.    Dalam berArsitektur terdapat keinginan untuk menciptakan perilaku yang lebih baik.



c.    Menurut Garry T. More dalam buku Introduction to Architecture.
Istilah perilaku diartikan sebagai suatu fungsi dari tuntutan-tuntutan organism dalam dan lingkungan sosio-fisik luar. Penkajian perilaku menurut Garry T. More diakitkan denga lingkungan sekitar yang lebih dikenal sebagai pengakjian lingkungan-perilaku. Adapun
pengkajian lingkungan_perilaku seperti yang dimaksudkan oleh Garry T. More terdiri atas definisi-defenisi sebagai berikut :
1.    Meliputi penyelidikan sistematis tentang hubungan-hubungan antara lingkungan dan perilaku manusia dan penerapannya dalam proses perancangan.
2.    Pengakjian lingkungan-perilaku dalam Arsitektur mencakup lebih banyak dari pada sekedar fungsi.
3.    Meliputi unsure-unsur keindahan estetika, diaman fungsi bertalian denga perilaku dan kebutuhan oang, estetika bertalian dengan pilihan dan pengalaman. Jadi estetika formal dilengkapi dengan estetika hasil pengalaman  yang bersandar pada si pemakai.
4.    Jangkauan factor perilaku lebih mendalam, pada psikologi si pemakai bangunan , kebutuhan interaksi kemasyarakatan, perbedaan-perbedaan sub budaya dalam gaya hidup dan makna serta simbolisme banguan.
5.    Pengkajian lingkungan-lingkungan juga meluas ke teknologi, agar isyarat-isyarat Arsitektur dapat memberikan penampilan kemantapan atau perlindungan.
d.    Menurut Victor Papanek
Bahwa dalam telaah-telaah lingkungan dalma arsitektur, harus dipahami dua kerangka konsep yang satu menjelaskan jajaran informasi lingkungan perilaku-perilaku yang tersedia, dan yang lain memperhatikan diaman proses perancangan informasi lingkuangan perilaku paling mempengaruhi pengambilan keputusan Arsitektur
Faktor –faktor dalam prinsip Arsitektur perilaku.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam prinsip-prinsip perilaku pengguna bangunan (snyder, james C, 1989) antara lain :
1.    Factor manusia
a.    Kebutuhan dasar.
Manusai mempunyai kebutuhan-kebutuhan dasar antara lain :
1.    Physicological need
Merupakan kebutuhan dasar manusia yang bersifat fisik. Misalnya makan, minum, berpakaian dan lain-lain yang berhubungan denga factor fisik.
2.    Safety need.
Kebutuhan akan rasa aman terhadap diri dan lingkungan baik secara fisik maupun psikis, secara fisik seperti rasa aman dari panas, hujan dan secara psikis seperti aman dari rasa malu, aman dari rasa takut dan sebagainya.
3.    Affilitation need.
Kebutuhan untuk bersosialisasi, berinteraksi dan berhubungan degan orang lain. Affilitation need sebagai alat atau sarana untuk mengekspresikan diri dengan cara berinteraksi dengan sesamanya.
4.    Cognitive/Aestetic need.
Kebuthan untuk berkreasi, berkembang, berfikir dan menambah pengetahuan dalam menentukan keindahan yang dapat membentuk pola prilaku manusia.

b.    Usia
Manusia sebagai pengguna pada bangunan memiliki tahapan usia yang akan sangat berpengaruh terhadap rancangan. Manusia dibedakan atas :
1.    Balita
Kelompok ini merupakan kelompok usia yang belum mampu mengerti kondisi keberadaan diri sendiri, merek masih mengenal perilaku-perilaku sosial yang ada disekitarnya.
2.    Anak-anak
Kelompok usia ini memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi, dan mereka cenderung kreatif.
3.    Remaja
Kelompok usia ini mereka sudah memiliki kepribadian yang stabil dan mantap.
4.    Dewasa
Untuk usia ini mereka sudah memiliki kepribadian yang stabil dan mantap.
5.    Manula
Pada kelompok ini kemampuan fisiknya telah banyak berkurang.
c.    Jenis kelamin
Perbedaan jenis kelamin akan mempengaruhi perilak manusia dan mempengaruhi dalam proses perancangan atau desain. Misalnya pada kebutuhan ruang antara pria dan wanita pasti akan memiliki kebutuhan ruang yang berbeda-beda.
d.    Kelompok pengguna
Perbedaan kelompok pengguna dapat pertimbangan dalam perancangan atau desain, karena tiap bangunan memiliki fungsi dan pola yang berbeda karena factor pengguna tersebut. Misalnya gedung futsal denga gedung tennis tidak dapat disamakan karena kelompok penggunanya yang berbeda.
e.    Kemampuan fisik
Tiap individu memiliki kemampuan fisik yang berbeda-beda, di pengaruhi pula oleh usia dan jenis kelamin. Umumnya kemampuan fisik berkaitan degan kondisi dan kesehatan tubuh manusia. Orang yang memiliki keterbatasan fisik atau cacat tubuh seperti berkursi roda, buta, tuli, dan cacat tubuh lainnya harus menjadi bahan pertimbangan dalam desain atau perancangan.


f.     Antropometrik
Adalah proporsi dan dimensi tubuh manusia dan karakteristik-karakteristik fisiologis lainnya dan kesanggupan-kesanggupan relatif terhadap kegiatan manusia yang berbeda-beda dan mikro lingkunga. Misalnya, tinggi meja dan lemari yang disesuaikan denga pengguna.
I.       Prinsip-prinsip pada tema arsitektur Perilaku
Prinsip-prinsip tema arsitektur perilkau ynag harus diperhatikan dalam penerapan tema arsitektur perilaku menurut Carol Simon Weisten dan Thomas G David antara lain :
1.    Mampu berkomunikasi dengan manusia dan lingkungan :
Rancangan hendaknya dapat dipahami oleh pemakainya melalui penginderaan ataupun pengimajinasian pengguna bangunan. Bentuk yang disajikan oleh perancang dapat dimengerti sepenuhnya oleh pengguna bangunan, dan pada umunya bentuk adalah yang paling banyak digunakan sebagai media komunikasi karena bentuk yang paling mudah ditangkap dan dimengerti oleh manusia. Dari bangunan yang diamati oleh manusi syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah :
a.    Pencerminan fungsi bangunan
Symbol-simbol yang menggunakan tentang rupa banguna yang nantinya akan dibandingkan dengan pengalaman yang sudah ada, dan disimpan kembali sebagai pengalaman baru.
b.    Menunjukan skala da proporsi yang tepat serta dapat dinikmati.
c.    Menunjukkan bahan dan struktur yang akan digunakan dalam bangunan.
2.    Mewadahi aktivitas penghuninya dengan nyaman dan menyenangkan.
a.    Nyaman berarti nyaman secara fisik dan psikis. Nyaman secara fisik berarti kenyamanan yang berpengaruh   pada keadaan tubuh manusia secara langsung seperti kenyamanan termal. Nyaman secara psikis pada dasarnya sulit dicapai karena masing-masing individu memiliki standart yang berbeda-beda untuk menyatakan kenyamanan secara psikis.


b.    Menyenangkan secara fisik bias timbul dengan adanya pengolahan-pengolahan pada bentuk atau ruangan yang ada disekitar kita. Menyengkan secara fisiologis bias timbul denga adanya kenyamanan termal yang diciptakan lingkungan sekitar terhadap manusia. Menyenangkan secara psikologis bias timbul denga adanya ruang terbuka yang merupakan tuntutan atau keinginan manusia untuk bias bersosialisasi. Menyenangkan secara kultural bias timbul denga adanya penciptaan karya arsitektur dengan gaya yang sudah dikenal oleh masyarakat yang berada di tempat itu.
J.    Memenuhi nilai estetika, komposisi dan estetika bentuk.
Keindahan dalam Arsitektur harus memiliki beberapa unsure, antara lain ;
1.    Keterpaduan (unity)
Yang berarti tersusunnya beberapa unsure menjadi satu kesatuan yang utuh dan serasi.
2.    Keseimbangan
Yaitu suatu nilai yang ada pada setiap objek u=yang daya tarik visualnya haruslah seimbang.
3.    Proporsi
Merupakan hubungan tertentu antara ukuran bagian terkecil dengan ukuran keseluruhan.
4.    Skala
Kesan yang ditimbulkan bangunan itu mengenai ukuran besarnya. Skala biasanya diperoleh dengan besarnya bangunan dibandingkan dengan unsure-unsir manusiawi yang aa disekitarnya.
5.    Irama
Yaitu pengulangan unsur-unsur dalam  perancangan bangunan. Seperti pengulangan garis-garis, lengkung, bentuk masif, perbedaan warna yang akan sangat mempengaruhi kesan yang ditimbulkan dari perilaku pengguna bangunan.



1 komentar:

  1. JW Marriott Atlantic City to Resume First Resorts Casino
    JW 김제 출장샵 Marriott Atlantic City Resorts Casino & Hotel will 남원 출장마사지 not 광주광역 출장마사지 reopen its Resorts casino. The resort will resume the casino operations in 제주도 출장마사지 January. 광주광역 출장안마

    BalasHapus

PERILAKU DALAM ARSITEKTUR PROSES DAN POLA PERILAKU MANUSIA

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah senantiasa melimpahkan Rahmat dan Hidayah- NYA sehingga kita semua dalam kea...